Sabtu, 14 Mei 2011

MLM menurut pandangan Islam

Pakar marketing ternama Don Failla, membagi marketing menjadi tiga
macam. Pertama, retail (eceran), Kedua, direct selling (penjualan
langsung ke konsumen), Ketiga multi level marketing (pemasaran
berjenjang melalui jaringan distribusi yang dibangun dengan
memposisikan pelanggan sekaligus sebagai tenaga pemasaran).
Kemunculan trend strategi pemasaran produk melalui sistem MLM di
dunia bisnis modern sangat menguntungkan banyak pihak, seperti
pengusaha (baik produsen maupun perusahaan MLM).Hal ini disebabkan
karena adanya penghematan biaya dalam iklan, Bisnis ini juga
menguntungkan para distributor yang berperan sebagai simsar (Mitra
Niaga) yang ingin bebas (tidak terikat) dalam bekerja.
Sistem marketing MLM yang lahir pada tahun 1939 merupakan kreasi
dan inovasi marketing yang melibatkan masyarakat konsumen dalam
kegiatan usaha pemasaran dengan tujuan agar masyarakat konsumen
dapat menikmati tidak saja manfaat produk, tetapi juga manfaat
finansial dalam bentuk insentif, hadiah-hadiah, haji dan umrah,
perlindungan asuransi, tabungan hari tua dan bahkan kepemilikan
saham perusahaan.( Ahmad Basyuni Lubis, Al-Iqtishad, November 2000)
.
Perspektif Islam
Bisnis dalam syari'ah Islam pada dasarnya termasuk kategori muamalat
yang hukum asalnya adalah boleh berdasarkan kaedah Fiqh,"Al-Ashlu
fil muamalah al-ibahah hatta yadullad dalilu `ala tahrimiha (Pada
dasarnya segala hukum dalam muamalah adalah boleh, kecuali ada
dalil/prinsip yang melarangnya)
Islam memahami bahwa perkembangan budaya bisnis berjalan begitu
cepat dan dinamis. Berdasarkan kaedah fikih di atas, maka terlihat
bahwa Islam memberikan jalan bagi manusia untuk melakukan berbagai
improvisasi dan inovasi melalui sistem, teknik dan mediasi dalam
melakukan perdagangan.
Namun, Islam mempunyai prinsip-prinsip tentang pengembangan sistem
bisnis yaitu harus terbebas dari unsur dharar (bahaya), jahalah
(ketidakjelasan) dan zhulm ( merugikan atau tidak adil terhadap
salah satu pihak). Sistem pemberian bonus harus adil, tidak
menzalimi dan tidak hanya menguntungkan orang yang di atas. Bisnis
juga harus terbebas dari unsur MAGHRIB, singkatan dari lima unsur.
1, Maysir (judi), 2, Aniaya (zhulm), 3. Gharar (penipuan), 4
Haram,5, Riba (bunga), 6. Iktinaz atau Ihtikar dan 7. Bathil.
Kalau kita ingin mengembangkan bisnis MLM, maka ia harus terbebas
dari unsur-unsur di atas. Oleh karena itu, barang atau jasa yang
dibisniskan serta tata cara penjualannya harus halal, tidak haram
dan tidak syubhat serta tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip
syari'ah.di atas..
MLM yang menggunakan strategi pemasaran secara bertingkat
(levelisasi) mengandung unsur-unsur positif, asalkan diisi dengan
nilai-nilai Islam dan sistemnya disesuaikan dengan syari'ah Islam.
Bila demikian, MLM dipandang memiliki unsur-unsur silaturrahmi,
dakwah dan tarbiyah. Menurut Muhammad Hidayat, Dewan Syari'ah MUI
Pusat, metode semacam ini pernah digunakan Rasulullah dalam
melakukan dakwah Islamiyah pada awal-awal Islam. Dakwah Islam pada
saat itu dilakukan melalui teori gethok tular (mulut ke mulut) dari
sahabat satu ke sahabat lainnya. Sehingga pada suatu ketika Islam
dapat di terima oleh masyarakat kebanyakan.( Lihat, Azhari Akmal
Tarigan, Ekonomi dan Bank Syari'ah, FKEBI IAIN, 2002, hlm. 30)
Bisnis yang dijalankan dengan sistem MLM tidak hanya sekedar
menjalankan penjualan produk barang, tetapi juga jasa, yaitu jasa
marketing yang berlevel-level (bertingkat- tingkat) dengan imbalan
berupa marketing fee, bonus, hadiah dan sebagainya, tergantung
prestasi, dan level seorang anggota. Jasa marketing yang bertindak
sebagai perantara antara produsen dan konsumen. Dalam istilah fikih
Islam hal ini disebut Samsarah / Simsar. (Sayyid Sabiq, Fikih
Sunnah, jilid II, hlm 159)
Kegiatan samsarah dalam bentuk distributor, agen, member atau
mitra niaga dalam fikih Islam termasuk dalam akad ijarah, yaitu
suatu transaksi memanfaatkan jasa orang lain dengan imbalan,
insentif atau bonus (ujrah) Semua ulama membolehkan akad seperti
ini (Fikih Sunnah, III, hlm 159).
Sama halnya seperti cara berdagang yang lain, strategi MLM harus
memenuhi rukun jual beli serta akhlak (etika) yang baik. Di samping
itu komoditas yang dijual harus halal (bukan haram maupun syubhat),
memenuhi kualitas dan bermafaat. MLM tidak boleh memperjualbelikan
produk yang tidak jelas status halalnya. Atau menggunakan modus
penawaran (iklan) produksi promosi tanpa mengindahkan norma-norma
agama dan kesusilaan.
1. /falah.
Insentif dan penghargaan
Perusahaan MLM biasa memberi reward atau insentif pada
mereka yang berprestasi. Islam membenarkan seseorang mendapatkan
insentif lebih besar dari yang lainnya disebabkan keberhasilannya
dalam memenuhi target penjualan tertentu, dan melakukan berbagai
upaya positif dalam memperluas jaringan dan levelnya secara
produktif. Kaidah Ushul Fiqh mengatakan:" Besarnya ijrah (upah) itu
tergantung pada kadar kesulitan dan pada kadar kesungguhan. "
Penghargaan kepada Up Line yang mengembangkan jaringan
(level) di bawahnya (Down Line) dengan cara bersungguh-sungguh,
memberikan pembinaan (tarbiyah, pengawasan serta keteladanan
prestasi (uswah) memang patut di lakukan. Dan atas jerih payahnya
itu ia berhak mendapat bonus dari perusahaan, karena ini selaras
dengan sabda Rasulullah:" "Barangsiapa di dalam Islam berbuat suatu
kebajikan maka kepadanya diberi pahala, serta pahala dari orang yang
mengikutinya tanpa dikurangi sedikitpun"( hadist).
Intensif diberikan dengan merujuk skim ijarah. Intensif ditentukan
oleh dua kriteria, yaitu dari segi prestasi penjualan produk dan
dari sisi berapa berapa banyak down line yang dibina sehingga ikut
menyukseskan kinerja. ý
Dalam hal menetapkan nilai insentif ini, ada tiga syarat syari'ah
yang harus dipenuhi, yakni:adil, terbuka, dan berorientasi falah
(keuntungan dunia dan akhirat). Insentif (bonus) seseorang (Up
line ) tidak boleh mengurangi hak orang lain di bawahnya (down
line), sehingga tidak ada yang dizalimi. Sistem intensif juga harus
transparan diinformasikan kepada seluruh anggota, bahkan dalam
menentukan sistemnya dan pembagian insentif (bonus), para anggota
perlu diikutsertakan, sebagaimana yang terjadi di MLM Syari'ah Ahad-
Net Internasional. Dalam hal ini tetap dilakukan musyawarah,
sehingga penetapan sistem bonus tidak sepihak. Selanjutnya,
keuntungan dalam bisnis MLM, berorientasi pada keuntungan duniawi
dan ukhrawi. Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin mengatakan bahwa
keuntungan dalam Islam adalah keuntungan dunia dan akhirat.
Keuntungan akhirat maksudnya, bahwa dengan menjalankan bisnis itu,
seseorang telah dianggap menjalankan ibadah, (asalkan bisnisnya
sesuai dengan syari'ah). Dengan bisnis, seseorang juga telah
membantu orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Penting disadari, pemberian penghargaan dan cara menyampaikannya
hendaknya tetap dalam koridor tasyakur, untuk menghindarkan
penerimanya dari takabur (bangga/sombong) dan kufur nikmat, apalagi
melupakan Tuhan. MLM yang Islami senantiasa berpedoman pada akhlak
Islam..
Sebagaimana disebut di atas bahwa penghargaan yang diberikan kepada
anggota yang sukses mengembangkan jaringan, dan secara sungguh-
sunguh memberikan pembinaan (tarbiyah), pengawasan serta keteladanan
prestasi (uswah), harus selaras dengan ajaran agama Islam. Karena
itu, applause ataupun gathering party yang diberikan atas
prestasi seseorang, haruslah sesuai dengan nilai-nilai aqidah dan
akhlak. Ekspressi penghargaan atas kesuksesan anggota MLM, tidak
boleh melampaui batas (bertantangan dengan ajaran Islam). Applause
yang diberikan juga tidak boleh mengesankan kultus individu,
mendewakan seseorang. Karena hal itu dapat menimbulkan penerimanya
menjai takabbur, dan `ujub. Perayaan kesuksesan seharusnya
dilakukan dalam bingkai tasyakkur. (Lihat, Drs.H.Muhammad Hidayat,
MBA, Analisis Teoritis Normatif MLM dalam Perspektif Muamalah, 2002)
Karena itu pula, Islam sangat mengecam seseorang yang dalam
menjalankan aktivitas bisnis dan perdagangannya semakin jauh dari
nilai-nilai ketuhanan. Firman Allah, " Mereka tidak lalai dari
mengingat Allah dalam melakukan bisnis dan jual beli. Mereka
mendirikan shalat dan membayar zakat"… (QS.24:37)
Dari ayat tersebut dapat ditarik pemahaman bahwa seluruh
aktivitas bisnis tidak boleh melupakan Tuhan dan jauh dari nilai-
nilai keilahian, baik dalam kegiatan produksi, distribusi, strategi
pemasaran, maupun pada saat menikmati kesuksesan (menerima
penghargaan dan applause).
Jadi, dalam menjalankan bisnis MLM perlu diwaspadai dampak negatif
psikologis yang mungkin timbul, sehingga membahayakan kepribadian,
seperti yang dilansir Dewan Syari'ah Partai Keadilan, yaitu adanya
eksploitasi obsesi yang berlebihan untuk mencapai terget jaringan
dan penjualan. Karena terpacu oleh sistem ini, suasana yang tak
kondusif kadang mengarah pada pola hidup hura-hura ala jahiliyah,
seperti ketika mengadakan acara pertemuan para members .
Kewajaran harga produk
Setiap perdagangan pasti berorientasi pada keuntungan. Namun Islam
sangat menekankan kewajaran dalam memperoleh keuntungan tersebut.
Artinya, harga produk harus wajar dan tidak dimark up sedemikian
rupa dalam jumlah yang amat mahal, sebagaimana yang banyak terjadi
di perusahaan bisnis MLM saat ini. Sekalipun Al-quran tidak
menentukan secara fixed besaran nominal keuntungan yang wajar dalam
perdagangan, namun dengan tegas Al-quran berpesan, agar pengambilan
keuntungan dilakukan secara fair, saling ridha dan menguntungkan.
Firman Allah :
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
saling ridha di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu,
sesungguhnya Allah maha Penyayang kepadamu. )QS.4:29).


Dalam konteks ini, tidak sedikit masyarakat yang berpendapat bahwa
produk yang ditawarkan perusahaan MLM sangat mahal dan terlalu
eksklusif, sehingga kerap kali memberatkan anggota yang berada di
level bawah (down line) serta masyarakat pemakai dan sangat
menguntungkan level di atasnya (up line). Seringkali harga produk
dimark up sampai dua bahkan tiga kali lipat dari harga yang
sepatutnya. Hal ini seharusnya dihindari, karena cara ini adalah
mengambil keuntungan dengan cara yang bathil, karena mengandung
unsur kezaliman, yakni memberatkan masyarakat konsumen.
Penetapan harga yang terlalu tinggi dari harga normal, sehingga
memberatkan konsumen, dapat dianalogikan dengan ghabn, yaitu menjual
satu barang dengan harga tinggi dari harga pasar.

12 syarat agar MLM menjadi syari'ah

1. Produk yang dipasarkan harus halal, thayyib (berkualitas) dan
menjauhi syubhat (Syubhat adalah sesuatu yang masih meragukan).
2. Sistem akadnya harus memenuhi kaedah dan rukun jual beli
sebagaimana yang terdapat dalam hukum Islam (fikih muamalah)
3. Operasional, kebijakan, corporate culture, maupun sistem
akuntansinya harus sesuai syari'ah.
4. Tidak ada excessive mark up harga barang (harga barang di mark up
sampai dua kali lipat), sehingga anggota terzalimi dengan harga yang
amat mahal, tidak sepadan dengan kualitas dan manfaat yang diperoleh.
5. Struktur manajemennya memiliki Dewan Pengawas Syari'ah (DPS) yang
terdiri dari para ulama yang memahami masalah ekonomi.
6. Formula intensif harus adil, tidak menzalimi down line dan tidak
menempatkan up line hanya menerima pasif income tanpa bekerja, up
line tidak boleh menerima income dari hasil jerih payah down linenya.
7. Pembagian bonus harus mencerminkan usaha masing-masing anggota.
8. Tidak ada eksploitasi dalam aturan pembagian bonus antara orang
yang awal menjadi anggota dengan yang akhir
9. Bonus yang diberikan harus jelas angka nisbahnya sejak awal.
10. Tidak menitik beratkan barang-barang tertier ketika ummat masih
bergelut dengan pemenuhan kebutuhan primer.
11. Cara penghargaan kepada mereka yang berprestasi tidak boleh
mencerminkan sikap hura-hura dan pesta pora, karena sikap itu
tidak syari'ah. Praktik ini banyak terjadi pada sejumlah perusahaan
MLM.
12. Perusahaan MLM harus berorientasi pada kemaslahatan ekonomi
ummat.

Missi Syari'ah
Usaha bisnis MLM, (khususnya yang dikelola oleh kaum muslimin),
seharusnya memiliki misi mulia dibalik kegiatan bisnisnya. Di antara
misi mulia itu adalah :

1. Mengangkat derjat ekonomi ummat melalui usaha yang sesuai dengan
tuntunan syari'at Islam.
2. Meningkatkan jalinan ukhuwah ummat Islam di seluruh dunia
3. Membentuk jaringan ekonomi ummat yang berskala internasional,
baik jaringan produksi, distribusi maupun konsumennya sehingga dapat
mendorong kemandirian dan kejayaan ekonomi ummat.
4. Memperkokoh ketahanan akidah dari serbuan idiologi, budaya dan
produk yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islami.
5. Mengantisipasi dan mempersiapkan strategi dan daya saing
menghadapi era globalisasi dan teknologi informasi.
6. Meningkatkan ketenangan konsumen dengan tersedianya produk-produk
halal dan thayyib.

sumber : http://iqraherba.blogspot.com/2008/09/islam-memandang-mlm.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar