Selasa, 23 April 2013

Keterbatasan UUD Telekomunikasi Dalam Mengatur Penggunaan Teknologi Informasi


Berdasarkan pada UUD No. 36 Tahun 1999 semua penjelasan yang dijabarkan memang seolah sudah terlihat  jelas dan lengkap, namun yang menjadi permasalahan adalah ketersediaan jaringan telekomunikasi belum sepenuhnya dirasakan oleh seluruh warga Negara berikut mereka-mereka yang berada di pelosok-pelosok, jadi hal ini sangatlah bertolak belakang terhadap UUD yang sudah diberlakukan.

Berpaling dari pembahasan terhadap kurangnya sosialisasi dan penyebaran jaringan telekomunikasi yang merata di seluruh wilayah Negara Indonesia, permasalahan terhadap biaya jaringan telekomunikasi yang masih cenderung mahal juga menjadi kendala bagi masyarakat. Sebagai contoh internet dengan koneksi yang cepat dan murah dirasa masih sangat sulit didapatkan di Negara Indonesia.

Pelanggaran terhadap penggunaan telekomunikasi juga menjadi masalah tersendiri, kemajuan teknologi informasi dan telekomunikasi seolah membuat segala sesuatunya menjadi mudah untuk dilakukan dan diproses, sehingga untuk memperancar hal tersebut hal-hal yang tidak diperkenankan atau dilarang pun dilakukan. Walaupun Pemerintah sudah mambuat keputusan UUD yang mengatur semua kebijakan-kebijakan dalam bidang telekomunikasi namun masih banyak pengguna yang melanggar peraturan yang sudah dibuat, hal ini seharusnya menjadi perhatian Pemerintah. Pemerintah harus mampu mengatasi permasalah ini, disamping juga diperlukan adanya dukungan dari masyarakat sendiri yang bertindak sebagai pengguna dan penyelenggara telekomunikasi.

Semoga hal ini bias menjadi masukan dan pertimbangan bagi para pembaca artikel ini.
Selengkapnya »»  

Penjelasan UUD No.36 tentang telekomunikasi, azas, dan tujuan telekomunikasi, penyelenggaraan telekomunikasi, penyidikan, sanksi adm, dan ketentuan pidana

Berdasarkan pada UUD no 36 Tahun 1999 tentang telekomunikasi, menjelaskan bahwa :

Bab 1 KETENTUAN UMUM,
pasal 1
menjelaskan tentang :
Pengertian dari tekomunikasi, alat telekomunikasi, perangkat komunikasi, sarana dan prasarana komunikasi, pemancar radio, jaringan telekomunikasi, jasa telekomunikasi, penyelenggara telekomunikasi, pelanggan, pemakai, penguna, penyelanggara jasa telekomunikasi, penyelenggara telekomunikasi khusus, interkoneksi dan menteri.

BAB II AZAS DAN TUJUAN,
pasal 2
menjelaskan tentang :
Telekomunikasi diselenggarakan berdasarkan asas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum, keamanan, kemitraan, etika, dan kepercayaan pada diri sendiri. 
pasal 3
menjelaskan tentang :
Telekomunikasi diselenggarakan dengan tujuan untuk mendukung persatuan dan kesatuan bangsa, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata, mendukung kehidupan ekonomi dan kegiatan pemerintahan, serta meningkatkan hubungan antar bangsa.  

BAB IV PENYELENGGARAAN,
Bagian Pertama ( Umum )
pasal 7
menjelaskan tentang :
1.      Siapa saja yang meliputi dalam penyelenggaraan telekomunikasi
2.      Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penyelenggaraan telekomunikasi

Bagian Kedua ( Penyelenggara )
Pasal 8
1.      Penjelasan mengenai penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi dapat didirikan oleh badan hukum berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu BUMN, BUMD, badan usaha swasta, dan koperasi.
2.      Atau dapat juga didirikan oleh perseorangan, instansi pemerintah dan badan hukum lainnya.
3.      Ketentuan penyelenggaraan diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal 9
Berisi tentang :
Penyelenggara telekomunikasi dapat menyelenggarakan jasa telekomunikasi, menggunakan dan  atau menyewa jaringan telekomunikasi milik penyelenggara jaringan telekomunikasi baik untu keperluan sendiri, keperluan pertahanan Negara, keperluan penyiaran atau dapat juga untuk keperluan perseorangan, instansi pemerintah, dinas khusus, atau badan hukum.

Bagian Ketiga
Larangan Praktek Ekonomi
Pasal 10
Berisi tentang :
Larangan adanya praktek monopoli atau persaingan yang tidak sehat diantara penyelenggara telekomunikasi.

Bagian Keempat
Perizinan
Pasal 11
Berisi tentang :
Penyelenggaraan telekomunikasi dapat dilakukan setelah memperoleh izin dari Menteri dengan tata cara yang sederhana, proses yang transparan, adil dan tidak diskriminatif, serta penyelesaian waktu yang singkat.

Bagian Kelima
Hak dan Kewajiban Penyelenggara dan Masyarakat
Pasal 12
Berisi tentang :
Penyelenggaraan telekomunikasi dapat dilaksanakan dengan malintasi tanah Negara atau bangunan yang dikuasai pemerintah yang meliputi sungai, danau atau laut baik permukaan maupun dasar. Pembangunan, pengoperasian dan atau pemeliharaan dilaksanakan setelah mendapat persetujuan dari instansi pemerintah.
Pasal 13
berisi tentang :
Penyelenggara telekomunikasi dapat memanfaatkan atau melintasi tanah dan atau bangunan milik perseorangan untuk tujuan pembangunan, pengoperasian, atau pemeliharaan jaringan telekomunikasi setelah terdapat persetujuan di antara para pihak. 
Pasal 14
Berisi tentang :
Setiap pengguna telekomunikasi mempunyai hak yang sama untuk menggunakan jaringan telekomunikasi dan jasa telekomunikasi dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 15
Berisi tentang :
Apabila penyelenggara melakukan kesalahan terhadap pihak-pihak tertentu, maka penyelenggara wajib melakukan ganti rugi sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 16
Berisi tentang :
Penyelenggara telekomunikasi yang wajib melakukan kontribusi dalam pelayanan universal.
Pasal 17
Berisi tentang :
Penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi wajib menyediakan pelayanan telekomunikasi berdasarkan prinsip perlakuan yang sama, peningkatan efisiensi, dan pemenuhan standar pelayanan.
Pasal 18
Berisi tentang :
Kewajiban penyelenggara telekomunikasi untuk mencatat atau merekam secara rinci terhadap pemakaian jasa telekomunikasi yang dilakukan oleh pengguna telekomunikasi.
Pasal 19
Berisi tentang :
Penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib menjamin kebebasan penggunanya apabila memilih jaringan telekomunkasi lain.
Pasal 20
Berisi tentang :
Prioritas terhadap pengiriman, penyaluran dan penyampaian informasi penting yang menyangkut keamanan Negara, keselamatan jiwa dan harta benda, bencana alam, marabahaya, dan atau wabah penyakit.
Pasal 21
Berisi tentang :
Larangan bagi penyelenggara telekomunikasi apabila bertentangan dengan kepentingan hukum, kesusilaan, keamanan dan atau ketertiban hukum.
Pasal 22
Berisi tentang :
Larangan perbuatan tanpa hak, tidak sah atau memanipulasi.

Bagian Keenam
Penomoran
Pasal 23
Berisi tentang :
Penyelenggaraan telekomunikasi ditetapkan dan digunakan system penomoran.
Pasal 24
Berisi tentang :
Permintaan penomoran dilakukan berdasarkan system penomoran sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 23.

Bagian Ketujuh
Interkoneksi dan Biaya Hak Penyelenggaraan
Pasal 25
Berisi tentang :
Hak bagi penyelenggara telekomunikasi untuk mendapatkan interkoneksi dan penyelenggara jasa telekomunikasi lainnya, serta kewajiban untuk menyediakan interkoneksi apabila diminta penyedia jasa telekomunikasi lainnya, berdasarkan prinsip-prinsip terntentu.
Pasal 26
Berisi tentang :
Kewajiban untuk membayar biaya yang dilakukan oleh penyelenggara telekomuniksai terhadap hak penyelenggaran relekomunikasi yang diperoleh dari persentase pendapatan.

Bagian Kedelapan
Tarif
Pasal 27
Berisi tentang :
Susunan tarif penyelenggaraan telekomunikasi yang sudah diatur oleh Peraturan Pemerintah.
Pasal 28
Berisi tentang :
Besaran tariff penyelenggaraan telekomunikasi ditetapkan berdasarkan formula yang ditetapkan oleh Pemerintah.

Bagian Kesembilan
Telekomunikasi Khusus
Pasal 29
Berisi tentang :
Penyelenggara telekomunikasi dilarang disambungkan ke jaringan penyelenggara lainnya atau dapat disambungkan ke jaringan lainnya untuk keperluan penyiaran.
Pasal 30
Berisi tentang :
Penyelenggaraan telekomunikasi dapat dilakukan dan diakses pada suatu daerah tertentu setelah mendapat izin Menteri berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Pasal 31
Berisi tentang :
Penyelenggara telekomunikasi khusus dapat menggunakan dan menfaatkan jaringan telekomunikasi lainnya apabila untuk keperluan pertahanan keamanan negara.

Bagian Kesepuluh
Perangkat Telekomunikasi, Spektrum Frekuansi Radion, dan Orbit Satelit
Pasal 32
Berisi tentang :
Perangkat telekomunikasi yang diperdagangkan, dibuat, dirakit, dimasukkan dan atau digunakan di wilayah Negara Republik Indonesia wajib memperhatikan persyaratan dan berdasarkan izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 33
Berisi tentang :
Penggunaan spektrum radio dan orbit satelit harus mendapat izin dari Pemerintah dan tidak saling mengganggu antar frekuensi radio lainnya, sesuai dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 34
Berisi tentang :
Pengguna spektrum frekuensi radio wajib membayar biaya penggunaan frekuensi yang didasarkan pada penggunaan jenis dan lebar pita frekuensi, pengguna juga wajib membayar biaya atas hak penggunaan orbit satelit.
Pasal 35
Berisi tentang :
Spektrum frekuensi radio dilarang digunakan oleh kapal berbendera asing kecuali untuk kepentingan Negara, keselamatan jiwa manusia, bencana alam dan sebagainya.
Pasal 36
Berisi tentang :
Spektrum frekuensi radio dilarang digunakan oleh pesawat udara berbendera asing kecuali untuk kepentingan Negara, keselamatan jiwa manusia, bencana alam dan sebagainya.
Pasal 37
Berisi tentang :
Pemberian izin penggunaan perangkat telekomunikasi yang menggunakan spektrum frekuensi radio untuk perwakilan diplomatik di Indonesia dilakukan dengan memperhatikan asas timbal balik.

Bagian Kesebelas
Pengaman Telekomunikasi
Pasal 38
berisi tentang :
larangan bagi setiap orang yang melakukan perbuatan yang menimbulkan gangguan fisik dan electromagnet terhadap penyelenggaraan telekomunikasi.
Pasal 39
Berisi tentang :
Kewajiban penyelenggara telekomunikasi dalam melakukan pengamanan dan perlindungan terhadap instalasi dalam jaringan telekomunikasi yang digunakan.
Pasal 40
berisi tentang :
larangan terhadap kegiatan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan telekomunikasi dalam bentuk apapun.
Pasal 41
Berisi tentang :
Penyelanggara jasa telekomunikasi wajib melakukan perekaman pemakaian fasilitas telekomunikasi yang sedang dilakukan.
Pasal 42
Berisi tentang :
Penyelenggara jasa telekomunikasi wajib merahasiakan informasi yang dikirim dan atau diterima oleh para pelanggan jasa telekomunikasi, kecuali atas perintaan tertulis Jaksa Agung dan atau Kepala Kepolisian RI, atau juga untuk permintaan penyidikan untuk tindak pidana tertentu.
Pasal 43
Bersi tentang :
Pemberian rekaman informasi oleh jasa telekomunikasi kepada pengguna jasa telekomunikasi bukan suatu pelanggaran, berdasarkan pada Pasal 42 ayat 2.

BAB V
PENYIDIKAN
Pasal 44
Berisi tentang :
Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara RI, juga Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya dibidang telekomunikasi, juga diberi wewenang sebagai penyidik sebagaimana dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana, serta beberapa tindakan yang menjadi wewenang dari Penyidik Pegawai Negeri Sipil juga dijelaskan disini.

BAB VI
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 45
Berisi tentang :
Akan dikenakan sanksi administrasi berupa pencabitan izin, setelah sebelumnya diberikan peringatan secara tertulis, apabila melanggar ketentuan yang berlaku.

BAB VII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 47 – Pasal 59
Berisi tentang :
Pidana berupa kurungan penjara dan atau denda yang wajib dibayarkan apabila ada yang melanggar ketentuan yang berlaku berdasarkan pada Pasal-Pasal yang sebelumnya seperti Pasal 11 ayat 1, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 22, Pasal 29 ayat 1 dan 2, Pasal 32 ayat 1, Pasal 33 ayat 2, Pasal 35 ayat 2, Pasal 38, Pasal 40, Pasal 42 ayat 1, Pasal 47, Pasal 48, Pasal 52, Pasal 56 dan Pasal 57.

Selengkapnya »»  

Kamis, 11 April 2013

Penjelasan Undang-Undang no . 19 Tentang Hak Cipta Ketentuan Umum, Ruang Lingkup Hak Cipta, Perlindungan Hak Cipta, Pembatasan Hak Cipta Dan Prosedur Pendaftaran HAKI



Undang-undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta terdiri, dari 15 bab, 78 pasal. Adapun inti dari tiap bab, antara lain:

Bab I                           : Ketentuan Umum
Bab II                          : Lingkup Hak Cipta
Bab III                         : Masa Berlaku Hak Cipta
Bab IV                         : Pendaftaran Ciptaan
Bab V                          : Lisensi
Bab VI                         : Dewan Hak Cipta
Bab VII                       : Hak Terkait
Bab VIII                     : Pengelolaan Hak Cipta
Bab IX                         : Biaya
Bab X                          : Penyelesaian Sengketa
Bab XI                         : Penetapan Sementara Pengadilan
Bab XII                       : Penyidikan
Bab XIII                     : Ketentuan Pidana
Bab XIV                     : Ketentuan Peralihan
Bab XV                       : Ketentuan Penutup


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 19 TAHUN 2002
TENTANG
HAK CIPTA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:

Menetapkan :   UNDANG-UNDANG TENTANG HAK CIPTA.


BAB I : KETENTUAN UMUM
Pasal 1, ayat 8 :
Program Komputer adalah sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema, ataupun bentuk lain, yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi-fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam merancang instruksi-instruksi tersebut.

BAB II : LINGKUP HAK CIPTA
Pasal 2, ayat 2 :
Pencipta atau Pemegang Hak Cipta atas karya sinematografi dan Program Komputer memiliki hak untuk memberikan izin atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannya menyewakan Ciptaan tersebut untuk kepentingan yang bersifat komersial.

Pasal 12, ayat 1 :
Dalam Undang-undang ini Ciptaan yang dilindungi adalah Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup:
a. buku, Program Komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain;
Pasal 15 :
Dengan syarat bahwa sumbernya harus disebutkan atau dicantumkan, tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta:
a.       Penggunaan Ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta.
b.      Perbanyakan suatu Ciptaan selain Program Komputer, secara terbatas dengan cara atau alat apa pun atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan, dan pusat dokumentasi yang nonkomersial semata-mata untuk keperluan aktivitasnya.
c.       Pembuatan salinan cadangan suatu Program Komputer oleh pemilik Program Komputer yang dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri.

BAB III : MASA BERLAKU HAK CIPTA
Pasal 30:
(1) Hak Cipta atas Ciptaan:
a. Program Komputer;
b. sinematografi;
c. fotografi;
d. database; dan
e. karya hasil pengalihwujudan,
berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan.
Ciptaan yang dapat dilindungi
Ciptaan yang dilindungi hak cipta di Indonesia dapat mencakup misalnya buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan,ceramah, kuliah, pidato, alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan, lagu atau musik dengan atau tanpa teks, drama,drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, pantomim, seni rupa dalam segala bentuk (seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan), arsitektur, peta, seni batik (dan karya tradisional lainnya seperti seni songket dan seni ikat), fotografi, sinematografi, dan tidak termasuk desain industri (yang dilindungi sebagai kekayaan intelektual tersendiri). Ciptaan hasil pengalihwujudan seperti terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai (misalnya buku yang berisi kumpulan karya tulis, himpunan lagu yang direkam dalam satu media, serta komposisi berbagai karya tari pilihan), dan database dilindungi sebagai ciptaan tersendiri tanpa mengurangi hak cipta atas ciptaan asli (UU 19/2002 pasal 12).

Pendaftaran Hak Cipta di Indonesia
Di Indonesia, pendaftaran ciptaan bukan merupakan suatu keharusan bagi pencipta atau pemegang hak cipta, dan timbulnya perlindungan suatu ciptaan dimulai sejak ciptaan itu ada atau terwujud dan bukan karena pendaftaran. Namun demikian, surat pendaftaran ciptaan dapat dijadikan sebagai alat bukti awal di [[pengadilan]] apabila timbul sengketa di kemudian hari terhadap ciptaan. Sesuai yang diatur pada bab IV Undang-undang Hak Cipta, pendaftaran hak cipta diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI), yang kini berada di bawah [Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia]]. Pencipta atau pemilik hak cipta dapat mendaftarkan langsung ciptaannya maupun melalui konsultan HKI. Permohonan pendaftaran hak cipta dikenakan biaya (UU 19/2002 pasal 37 ayat 2). Penjelasan prosedur dan formulir pendaftaran hak cipta dapat diperoleh di kantor maupun [http://www.dgip.go.id/article/archive/9/ situs web] Ditjen HKI. “Daftar Umum Ciptaan” yang mencatat ciptaan-ciptaan terdaftar dikelola oleh Ditjen HKI dan dapat dilihat oleh setiap orang tanpa dikenai biaya.

From Source :
Selengkapnya »»